Page

10.26.2012

Oesang - EXO FanFiction






-->
Aku tak mengerti kenapa ini bisa terjadi. Yang jelas, aku sudah tak bisa memendam apa yang kurasakan selama ini. Aku terlalu menyayanginya, aku terlalu mencintainya. “Hyung.. A-aku.. maaf, a-aku ingin bilang.. a-aku mencintaimu, Hyung.” Tanpa menatapnya. Kukatakan itu sejujur-jujurnya, padanya. Pada Baekhyun-hyung. Semua terdengar menyakitkan saat hanya satu kata keluar dari bibirnya. “Mwo?”
“An EXO Fanfiction”
By : Lin Hu Na
Rate : T
Genre : Romance/Hurt/Comfort
Main cast : Oh Se Hoon and Byun Baek Hyun
Other cast : Xi Lu Han, Kim Jong In, and Park Chan Yeol
Disclaimer : Semua tokoh yang ada dalam fanfiksi ini adalah milik Tuhan dan orang tua mereka. Shikashi.. fanfiksi ini jelas milik Lin Hu Na seorang.
Warning : YAOI, AU, OOC, OneShoot, Typo.
Length : OneShoot-5047 words.
Don’t Like, Don’t Read!
O.o.O
외상
Oesang

O.o.O
“Luhan-hyuuuung.....
Aku berlari menghampiri pemuda berambut kepirangan yang berjalan tak jauh di depanku. Sudah sore, semua mahasiswa pasti banyak yang sudah pulang. Untunglah, aku masih bisa menemukan Luhan-hyung disini.
Dan.. syukurlah ia mendengar panggilanku. Saat ia menoleh dan mendapatiku berjalan menghampirinya, ia balik berseru. “Sehun’ah? Wa-”
Tanpa menunggu ia selesai berucap, kujatuhi ia dengan pelukku. Kusandarkan kepalaku di atas bahunya. Walau agak sedikit sulit untuk menunduk saat menyandarkan kelapaku. Kupejamkan mataku, dan menangis.
“K-kenapa, Sehun’ah? Apa yang terjadi?”
Aku masih tetap menangis tanpa sempat menjawab pertanyaan Luhan-hyung. Aku masih ingin menumpahkan semua air mataku, semua kesedihanku, semua penyesalanku. Semuanya. Semua yang terlalu membebaniku. Semua yang membuatku merasa menyesal.
“Hei, apa yang kalian lakukan? Berpelukan di tengah jalan begini?”
Aku membelalakkan mata. S-suara ini?
“J-Jongin’ah?”
Aku langsung melepas pelukanku pada Luhan-hyung dan berbalik menatap Jongin-hyung yang menatap kami datar. Bodoh! Aku bodoh! Apa yang telah kulakukan? Memeluk kekasih orang di tempat terbuka seperti ini. Sekarang, sekarang, sekarang Jongin-hyung pasti akan berpikiran yang tidak-tidak mengenaiku dan Luhan-hyung.
Hyung.. j-jangan salah paham dulu.”
Jongin-hyung mengangguk. “Tak apa, kau sedang ada masalah dengan Baek-hyung, kan? Aku mengerti, kok?”
Mendengar nama yang disebutkan Jongin-hyung, aku langsung menunduk. Perasaan menyesal kembali menyeruak ke dalam dadaku. Sakit. Memoriku membawaku kembali ke saat beberapa jam yang lalu. Saat.. saat.. dengan jujurnya aku mengungkapkan perasaanku padanya. Pada Byun Baekhyun. Namja yang begitu kusayangi.
Mwo? Apa yang terjadi?”
Bukannya menjawab pertanyaan Luhan-hyung, aku malah menutup wajahku dengan kedua telapak tanganku. Menangis dan terisak.
“H-hei, Sehun’ah.. kenapa kau menangis? Kenapa dengan Baekhyun? Apa dia melukaimu?”
Kurasakan seseorang meraih sisi leherku dan memelukku. Dari postur tubuhnya yang bersentuhan denganku, aku tahu bahu siapa yang menjadi tempat sandaranku. Jongin-hyung. Aku menangis lagi. Menyakitkan. Yang kualami tadi siang.. seperti penolakan cinta. Aku memang bodoh.
“Hei, Baekhyun’ah.. kau apakan adikku?”
Aku membuka mata saat Luhan-hyung sedang berbicara lewat ponselnya. Dengan Baekhyun-hyung. Tak usah kaget mendengar Luhan-hyung mengatakan ‘adikku’. Aku dan dia sudah berteman bahkan sejak aku belum sekolah dasar. Dan aku selalu menganggapnya sebagai kakakku sendiri. Karena itu aku tak canggung lagi untuk memeluknya –sampai lupa kalau sekarang Luhan’hyung sudah punya kekasih.
Luhan-hyung ­menekan satu tombol di ponselnya hingga suara seseorang di seberang sambungan terdengar olehku dan juga Jongin-hyung.
Apa? Aku tak melakukan apa-apa.” Ujar suara itu datar.
Baekhyun-hyung pasti marah padaku.
“Hei! Apa maksudmu bilang begitu? Dia me-”
“Hyung.. untuk sementara ini, tolong jangan ganggu aku dulu.
Dan kudengar  suara ‘Tut..tut..tut..’ yang menandakan bahwa sambungan telah diputuskan. Mataku kembali berkaca-kaca. Sampai sebesar itukah rasa kecewa –itu yang kusimpulkan dari ekspresinya tadi siang- nya padaku? Apakah Baekhyun-hyung benar-benar marah padaku?
“Sehun’ah.. sebenarnya apa yang terjadi?”
#FlashBack
Hyuuung.....”
Segera kulambaikan tanganku saat pemuda imut berambut coklat gelap itu menoleh padaku. Akhirnya panggilanku didengar juga olehnya.
“Oh?... Sehun’ah? Lama tidak bertemu..”
Kupelankan laju kakiku saat dirinya tinggal beberapa meter di depanku. “Apa maksudmu? Bukankah setiap hari kita bertemu?” Dasar Hyung aneh. Aku heran kenapa dia selalu bilang ‘Lama tidak bertemu’ saat berpapasan denganku.
“Benarkah? Menurutku bertemu denganmu kemarin itu sudah lama sekali.”
Aku tersenyum saat melihatnya menjulurkan lidahnya padaku.
Gah! Hyung, kau semakin terlihat imut. Aku.. aku.. aku semakin mencintaimu, Hyung.
“Hei, kau sakit? Wajahmu merah begitu..”
Aku gelagapan. Aku langsung mengalihkan pandanganku dari wajahnya. K-kalau terus menatapnya, wajahku pasti akan semakin memerah. Sial!
“Tidak, tuh. Suhumu normal.”
Kututup mulutku segera saat tiba-tiba Baekhyun-hyung menyentuh pipiku dengan telapak tangannya. Hyung, kalau orang sakit biasanya yang disentuh itu dahinya. Bukan pipinya. Kau membuatku semakin memerah Hyung. Aku bisa gila kalau kau tidak segera menyingkirkan tanganmu dari wajahku.
“T-tidak kok, aku tidak apa-apa.” Kusingkirkan pelan tangannya dari wajahku dan memaksakan senyum. “A-aku hanya sedikit kepanasan.”
“Serius? Kalau begitu.. mau minum apa? Kutraktir deh..”
Aku tersenyum lebar. “Terserah, deh.”
Ia menatapku sebelum berbalik. “Ayo.”
Aku pun mengikuti langkahnya. Ah, inilah saat-saat paling menyenangkan. Saat-saat hanya berdua dengan Baekhyun-hyung. “Saranghae.. hyung..”
“Apa?”
Aku gelagapan –lagi. “A-ah.. tidak kok. Aku tidak bilang apa-apa.”
Bodohnya aku! Apa yang tadi kukatakan? Apa jadinya kalau ia sampai mendengar ucapanku tadi dengan jelas? Memang sih, aku sangat mencintainya. Dan aku sangat ingin bersamanya. Tapi.. aku ingin kata ‘cinta’ itu diucapkan lebih dulu oleh Baekhyun-hyung sendiri.
Aku memang tidak tahu perasaan Baekhyun-hyung yang sebenarnya padaku, tapi.. bolehkan aku berharap bahwa Baekhyun-hyung juga mencintaiku?
“Kenapa kau ini? Aneh sekali?”
“T-tidak.. aku hanya ingat sesuatu yang lucu.” Ucapku berbohong.
“Apa itu? Aku?”
A-apa?
“Yah, Sehun’ah.. aku tahu aku memang sangat lucu dan imut. Tapi.. bisakah kau berhenti tersenyum begitu? Kau akan dianggap orang gila jika senyum-senyum sendiri?”
Astaga! Mulai lagi sikap narsisnya. Yah walau, aku MENGAKUI semua yang dikatakannya itu benar, tapi.. kalau ia sendiri yang mengatakan akan terasa seperti candaan saja.
“Ah, es krim? Kau mau?”
Aku melihat ke arah depan. “Sudah kubilang terserah kau, hyung.”
“Yah, aku tunggu di bangku sana itu saja. Biar aku yang belikan untukmu.”
Aku mengangguk dan menuju bangku yang di tunjuk oleh Baekhyun-hyung. Aah, seperti kencan saja. Duduk di taman.
Aku hanya duduk santai di bangku itu. Menunggu Baekhyun-hyung untuk kembali bersamaku. Ah, dia lama sekali.
Sampai akhirnya ia kembali dengan sebuah eskrim di masing-masing genggamannya. Pasti salah satunya rasa strawberry. Aku sih, tidak terlalu peduli rasa apa yang dibelikannya untukku. Rasa apapun bagiku sama saja kalau Baekhyun-hyung yang membelikan. Err.. sebenarnya sih, yang penting ada unsur coklat di dalamnya.
“Choco-Vanila. Suka kan?”
Aku mengangguk saja saat ia menyerahkan eskrim itu padaku. Lantas ia langsung duduk di sampingku.
“Kau tahu, kakakmu itu sekarang sudah punya kekasih lho.”
Aku langsung menoleh. Luhan-hyung punya pacar? “Siapa?” Aku memang pernah dengar Luhan-hyung dekat dengan seseorang. Belakangan ini dia juga jarang pulang bersamaku.
“JongIn.”
Eh? J-Jongin? Kim JongIn? “JongIn-sunbae? Yang cool itu?”
Melihat anggukan Baekhyun-hyung aku hanya bisa melongo. Gila! Hebat juga Luhan-hyung bisa berpacaran dengan seniorku yang sikap dinginnya bahkan melebihi kutub selatan. Wew...
Yaa.. kalau kau diamkan saja, cairlah nanti eskrim itu.”
Aku menatap eskrim di tanganku. Lalu, mulai membuka plastik pembungkusnya. “Kapan ya? Aku punya kekasih?” ucapku seraya melirik Baekhyun-hyung.
“Hahaha... belajarlah dulu. Baru mencari kekasih.”
Selalu saja begini. Apa ini? Apa dia tidak punya perasaan lain terhadapku?
“Hyung.” Panggilku. “Kalau aku sudah punya pacar, bagaimana?”
Diam. Ia hanya diam. Ekspresi wajahnya tidak menentu. “Entahlah, jika kau sudah punya pacar.. eng.. aku tak akan dekat-dekat denganmu. Nanti kekasihmu marah.” Ujarnya.
Kesal. Apa maksudnya? “HYUNG..!!” seruku tanpa sadar. Aku kesal. Aku lelah, ia selalu bersikap manis padaku. Tapi, setiap aku menyinggung masalah ini.. ia selalu saja tak merespon seperti yang kubayangkan. Ini seperti.. seperti.. pemberian harapan palsu.
“Sehun’ah? K-kau marah?”
Aku pun sadar apa yang baru saja terjadi padaku. “M-maaf, hyung.. aku tidak bermaksud membentakmu.. ma’af.” Aku menunduk. Eskrim di tanganku mulai meneteskan satu-dua cairan.
Baekhyun-hyung malah tersenyum. Senyum hangatnya.. yang selalu kurindukan. “Hyung..” panggilku lagi.
“Ya?”
Aku gelagapan. B-bagaimana ini? Apa yang harus kulakukan. Aku bahkan tak tahu alasanku memanggilnya. A-apa.. sekarang waktunya.. “Hyung.. A-aku.. ma’af.” Aku mengalihkan pandanganku darinya. “A-aku ingin bilang..”
“Bilang apa?”
Aku menarik nafas panjang dan meghembuskannya. “A-aku mencintaimu, Hyung.”
Kata-kata itu pun keluar. Aku masih belum berani untuk menatap Baekhyun-hyung. Aku tetap menatap ke arah lain. Tetap membiarkan eskrim di tanganku mencair. Hingga satu kata dari bibir Baekhyun-hyung pun keluar.
M-mwo?
#FlashBack #END
“Karena itu?”
Aku mengangguk. Aku memang benar-benar bodoh hari ini. Apa yang telah kulakukan? Mengatakan hal seperti itu secara tiba-tiba. Baek-hyung pasti hanya menganggapku sebagai adiknya. Sama seperti anggapan Luhan-hyung padaku. Tapi.. entah kenapa, saat melihat senyumnya.. kata-kata yang sudah kupendam itu malah keluar.
“Ng? Bukankah itu Baekhyun’ah?”
Aku menoleh ke arah yang ditunjuk oleh Jongin-hyung. Benar. Pemuda berambut coklat gelap itu adalah Baekhyun-hyung.
“Baekhyun’ah..!!”
“Ah?! Jangan! Luhan-hyung!”
Tanpa mengindahkan ucapanku, Luhan-hyung langsung berlari menghampiri Baekhyun-hyung.
Rasa takut menghampiriku. Takut. Aku takut Baekhyun-hyung akan membenciku. Takut kalau-kalau aku tak bisa bersamanya lagi.
Dan yang bisa kulakukan sekarang adalah menatap Luhan-hyung dan Baekhyun-hyung dari tempatku berdiri. Jarak kami yang lumayan lebar membuatku tak bisa mendengar apa yang mereka bicarakan.
Sesekali Luhan-hyung terlihat geram saat kata-katanya hanya dijawab anggukan atau gelengan oleh Baekhyun-hyung. Bukan. Itu bukan seperti Baekhyun-hyung yang kukenal. Baekhyun-hyung dan Luhan-hyung punya tingkat ‘kehebohan bicara’ yang sama. Dan apa yang sekarang kulihat.. sama sekali tidak mencirikan orang yang sangat kucintai itu.
Deg!
Sesaat jantungku serasa berhenti berdetak. Saat tatapan datar dan terkesan dingin dari Baekhyun-hyung mengarah padaku. Aku hanya bisa menunduk walau tak mengalihkan pandanganku. Mengerikan. Ini adalah kali pertama bagiku melihat tatapan Baekhyun-hyung yang begitu tajam dan dingin. Tatapan matanya bahkan lebih tajam dari Tao –teman seangkatanku.
Sampai akhirnya, seorang namja menghampiri Baekhyun-hyung dan Luhan-hyung. I-itu.. aku tahu orang itu. Salah satu sunbaeku. Teman seangkatan Baekhyun-hyung, Luhan-hyung, dan Jongin-hyung. Pemuda dengan wajah ceria yang kini tengah berbincang dengan Baekhyun-hyung dan sesekali bicara pada Luhan-hyung itu bernama Park Chanyeol.
Kugigit bibirku kuat-kuat saat akhirnya Baekhyun-hyung menundukkan kepalanya sekilas diikuit Canyeol-sunbae dan berlalu dari hadapan Luhan-hyung.
Aku masih bersandar pada Jongin-hyung yang sudah kuanggap sebagai kakakku –sejak ia jadian dengan Luhan hyung. Aku kembali menitikkan air mata. Mengingat tatapan mata Baekhyun-hyung yang begitu dingin tadi membuat dadaku sesak. Sakit. Tak pernah kubayangkan kalau perasaan cintaku akan merusak semuanya. Merusak hubunganku dengan Baekhyun-hyung, merusak tatapan mata Baekhyun-hyung terhadapku, merubah sikap Baekhyun-hyung. Semuanya. Semuanya..
“Kenapa dia malah bersama Chanyeol?” tanya Jongin-hyung.
Aku sedikit tahu kalau Baekhyun-hyung memang dekat dengan Chanyeol-sunbae. Dulu, menurutku itu wajar-wajar saja. Tapi sekarang.. ada satu perasaan yang membuatku tak ingin melihat kedekatan mereka berdua. Apa ini? Apakah ini yang disebut dengan istilah cemburu itu?
Baboya! Bisa-bisanya dia pergi saat Sehun menangis seperti ini.”
Mendengar cibiran Luhan-hyung, langsung kuhapus air mataku. Lantas aku beranjak dari Jongin-hyung. Walau masih agak sesenggukan, kupaksakan bibirku yang gemetar untuk tersenyum.
“Sudahlah, hyung..”
Walau sakit, walau sesak.. tetap kupertahankan senyum palsu ini. Demi mereka berdua, orang yang telah bersedia menerimaku.. dan air mataku.
“Sehun’ah.. kau yang sabar ya. Aku tahu ini pasti sulit, tapi.. cobalah lupakan Baekhyun.”
Aku diam mematung. Serta merta sesenggukanku hilang. Memikirkan kalimat Luhan-hyung. ‘Melupakan Baekhyun-hyung?’
“HYUNG...!!”
Kulihat Jongin-hyung menatap tajam pada Luhan-hyung. Babo! Babo! Luhan-hyung Babo! Apa yang barusan dikatakannya? Mana mungkin aku bisa melupakan Baek-hyung.
T-tapi.. bukankah.. Baekhyun-hyung sudah menolakku? Apa aku harus tetap pada perasaanku. Menunggunya untuk membalas perasaanku –cintaku. Tapi apakah.. perasaannya bisa berubah? Atau..
Ne, hyung. A-aku akan memikirkan saranmu.”
Kedua namja itu menatapku. Penuh keprihatinan dan rasa kasihan.
Cih! Sungguh menyedihkan dirimu ini Oh Sehun.
“S-Sehun’ah?”
“Aku pulang duluan, hyung.”
Aku memutar tubuhku. Lantas mulai berjalan menuju timur. Arah yang tadi diambil Baekhyun-hyung saat pergi bersama Chanyeol-sunbae. Arah yang membuat bayangan tubuhku tercetak jelas di atas aspal.
Kuangkat lenganku  untuk menyeka kembali air mataku. Sakit yang kurasakan belum juga hilang. Nafasku masih tak beraturan karena sesenggukan. Aku terlalu larut dalam kesedihan dan kesakitan –juga penyesalan-ku sehingga aku tak menyadari bahwa... dua pasang mata tengah mengawasiku dari balik pohon-pohon sakura.

O.o.O

“Sehun’ah.. kau tidak makan?”
Aku menoleh ke arah pintu kamarku. Ibuku berdiri di sana sambil menatap heran padaku.
Lantas aku menggeleng dan kembali pada aktivitasku. Menatap langit malam dari balik jendela. Menatap banyangan wajah seorang namja yang sangat kusayangi.
Yaa.. kau bisa sakit kalau tidak makan.”
Aku tersenyum kecut. Makan pun aku tetap sakit.
“Aku sudah makan tadi sore di kampus.”
Eomma.. mianhae. Aku terpaksa bohong padamu.
Aigo! Padahal ibu sudah masak banyak hari ini.”
Sekali lagi.. mianhae. Walau sudah makan di kampus, aku selalu berusaha untuk menelan masakan ibu walau sedikit. Itu kulakukan demi menghargai ibuku yang sudah susah payah memasak untuk kami berdua. Sejak ayah meninggal sepuluh tahun lalu, ibulah yang menghidupiku.
Untuk kali ini.. mianhae eomma.. aku sedang tidak ingin makan apa-apa. Perutku masih terasa kenyang karena makanan terakhir tadi siang. Ya, tadi siang.. makanan yang kutelan di depan Baekhyun-hyung. Eskrim.
“Ah, ya sudahlah.”
Tok..tok..tok..
“Sehun’aaaaaah.......!!!!”
Ketukan pintu disertai seruan-seruan yang memanggil namaku pun menggema di penjuru ruangan. Oh.. suara itu, Luhan-hyung.
“Ah? Hyung-mu datang.”
Ibu berjalan menjauh dari kamarku dan menuju pintu depan. Dan tak lama kemudian, suara pintu yang terbuka diikuti basa-basi kecil antara ibu dan Luhan-hyung pun terdengar. Aku tetap duduk di atas tempat tidurku. Menatap langit malam yang agak berawan itu.
Yaa!! Sehun’ah.. kau bilang ada tugas yang ingin kau tanyakan?”
Aku menoleh. Dan mendapati Luhan-hyung berdiri di ambang pintu dengan ransel hitam di punggungnya. Dibelakangnya, ternyata ada Jongin-hyung.
“A-apa maksudmu, Hyung?”
Aku kembali diam saat Luhan-hyung mengedipkan sebelah matanya. Apa-apaan ini?
Aigo! Aigo! Pantas saja dari tadi Sehun’ah diam saja. Baiklah.. aku tinggal ya?”
“Baik, ahjumma. Terima kasih.”
Ibu tersenyum sebelum meninggalkan kamarku.
“Ah?”
Tiba-tiba Luhan-hyung berlari keluar kamar dan menuju dapur. Apa sih yang sebenarnya ingin dia lakukan?
Kucoba untuk tak mempedulikan tingkah aneh namja itu. Aku kembali menatap keluar jendela.
“Hei, hyung..” panggilku tanpa menatap Jongin-hyung.
“Hm?”
Menurutmu.. apa keputusanku untuk mencintai Baekhyun-hyung itu salah?
Tak ada jawaban. Yang kudengar hanya langkah kakinya yang semakin mendekat padaku. Dan tiba-tiba pintu kamarku terbuka lagi. Pasti namja itu.
“Sehun’ah.. kau pasti belum makan, kan?”
Aku melirik Luhan-hyung dengan ekor mataku. Melihat tangannya yang memegang sebuah nampan. Dengan tiba buah mangkuk –yang masing-masing isinya nasi, daging panggang, dan kimchi- dan segelas air putih. Ugh! Dia pasti akan memaksaku untuk menelan makanan itu.
“Aku tidak mau makan, hyung. Kau saja yang makan.”
Dengan segera Luhan-hyung duduk di salah satu sisi tempat tidurku. Yaitu, di sebelahku. Tangannya sibuk dengan sumpit yang dibawanya. Ia mengambil sepotong daging dengan sepasang sumpit itu dan menyodorkannya ke dekat mulutku.
“Aaaaa.....”
Aku hanya menggeleng.
“Kalau kau tidak mau makan, jangan harap kau kuizinkan menjadi adikku lagi.”
Mendengar kata-katanya yang terkesan mengancam itu, aku menoleh cepat padanya. Menatap wajah tanpa ekspresinya. Mengerikan. Cukup! Cukup satu orang saja yang memberikan tatapan mengerikan itu padaku.
Perlahan aku menatap satu persatu mangkuk yang ada di atas nampan. Bergantian menatap wajah serius Luhan-hyung, bergantian menatap ekspresi wajah Jongin-hyung yang –sebenarnya- selalu begitu. Tenang dan cool.
“Ayo.. aaa..”
Aku menatap Luhan-hyung lagi. Lantas menghela nafas panjang.
“Aku akan makan sendiri.”
Luhan-hyung tersenyum lebar sebelum akhirnya mendorong nampan itu ke depanku. Ia juga mengembalikan daging di sumpit –yang dipegangnya- ke tempat semula. Ia pun menoleh pada kekasihnya yang masih saja berdiri di dekat tempat tidurku.
Yaa.. Jongin’ah.. kenapa kau hanya berdiri di sana? Kemarilah.. duduklah disebelahku.” Namja itu menepuk-nepuk tempat tidurku. Meminta Jongin-hyung untuk duduk di sebelahnya.
Hyung.. kau belum menjawab pertanyaanku.”
Aku hanya mengaduk-aduk mangkuk daging yang sudah kuambil. Tak berniat sama sekali untuk memakannya.
Yaa.. jangan kau aduk-aduk saja. Kau harus makan.”
Malas kudengarkan peringatan Luhan-hyung. Aku juga tak lekas mendapat jawaban dari Jongin-hyung. Hingga akhirnya aku merasa kasihan pada si daging panggang sehingga kuambil sepotong dan kudekatkan ke mulutku.
“Yah, menurutku.. kau hanya, terlalu terburu-buru.”
Mendengar jawaban Jongin-hyung rasa kasihanku pada daging itu pun sirna. Kukembalikan ia ke mangkuk semula dan kuletakkan kembali mangkuk itu di atas nampan. Sangking kerasnya kuletakkan mangkuk itu, gelas air putih yang ada di dekatnya pun hampir saja tumpah.
Aku lekas menatap pada Jongin-hyung. “Lalu, apa yang harus kulakukan?”
Yaa! Apa yang kau lakukan? Cepat makan.”
Luhan-hyung mengangkat mangkuk nasiku. Mengambil sendok –karena sumpitnya masih ada padaku- dan menyendokkan sedikit nasi dan langsung menyodorkannya padaku. Sebelum akhirnya membuka bibirku, kutatap kesal namja bawel itu.
Ia pun tersenyum lebar saat melihatku mengunyah nasi putih itu. Dengan sumpitku, kuambil sepotong daging dan memasukkannya ke dalam mulutku. Memangnya aku mau makan nasi putih saja.
“Sehun’ah.. sudah kubilang kau lupakan saja Baekhyun itu.”
Mendengar ucapan Luhan-hyung yang SANGAT NGAWUR itu membuatku cepat-cepat menelan makanan di mulutku. Lantas aku meneguk air minum cepat-cepat.
“Aku tak bisa, Hyung! Aku tidak bisa! Semakin ingin kulupakan, semakin aku mencintainya!”
Dan air mataku pun mengalir lagi.
Memori otakku memutar kejadian beberapa tahun lalu. Saat pertama kali aku mengenal Baekhyun-hyung. Saat Luhan-hyung tak bisa pulang bersamaku. Saat trauma masa kecilku hampir membuatku tak bisa pulang ke rumah.
#FlashBack
Jantungku berdegup kencang. Keringat mengucur deras melewati pelipisku.tanganku gemetaran sejak tadi. Mataku terus menatap pada gapura besar di seberang jalan. Gapura dengan hangul bertuliskan ‘Igugjog-in’.
Ini gara-gara Luhan-hyung yang sedang sibuk dengan tugas sekolahnya. Aku harus pulang sendirian. Apa Luhan-hyung lupa, kalau aku trauma pada ‘Proses penyeberangan jalan’?
Yah, jangan kaget. Traumaku ini juga disebabkan oleh namja yang sudah kuanggap sebagai kakakku itu. Ia pernah HAMPIR tewas saat menyeberangi jalan raya. Itu membuatku takut. Sangat takut. Padahal perumahan tepatku tinggal ada di seberang sana.
Babo, Hyung. Kalau begini bagaimana aku bisa pulang?”
Sampai tiba-tiba seseorang menepuk pelan bahuku.
“Apa yang dari tadi kau lakukan? Kau ingin menyeberang atau tidak?”
Aku menoleh. Namja imut dengan seragam yang sama denganku tengah menatapku heran. D-dia.. aku pernah melihatnya.. dia salah satu Sunbae-ku.
“Kau takut?”
Aku menunduk. Wajahku pasti memerah karena malu.
“Haha.. tak apa-apa. Kau ‘kan baru tiga-belas tahun.”
‘Baru’ katanya? Dia pikir wajar bagi seorang berusia TIGA BELAS TAHUN takut menyeberang jalan?  Yah, tapi.. mau bagaimana lagi? Setiap aku ingin menyeberang jalan, sosok Luhan-hyung yang penuh darah itu selalu menghampiri fikiranku.
“Ayo..”
Ia mengulurkan telapak tangannya yang terbuka padaku. Aku menatapnya bergantian menatap wajahnya. Ragu kuangkat lenganku dan menyambut uluran tangannya. Saat tiba-tiba ia menggenggam tanganku, sebuah kehangatan –yang tak pernah kurasakan saat bersama Luhan hyung- menjalar ke seluruh bagian tubuhku, termasuk wajahku.
Aku pun mengikuti langkahnya yang mulai menyeberangi jalan lebar ini. Degub jantungku tak karuan. Jika dengan Luhan-hyung degub jantung ini disebut rasa takut. Namun, yang kurasakan kali ini bukan itu. Tak ada bahkan satupun rasa takut tersimpan di hatiku. Yang kurasakan hanyalah.. apa ini? Aku bahkan tak tahu apa yang sedang kurasakan sekarang. Perasaanku sangat lega.
“Kau tinggal dimana?”
Aku gelagapan. “A-aku, di Jog-in B.” Aku bahkan baru sadar kalau kami sudah berada di depan gapura besar itu.
“Waah... lumayan jauh juga, ya? Aku di Jog-in D.”
J-Jeog in D? S-sunbaeku ini tinggal di Jog-in D? I-itu kan.. daerah paling elite di Igugjog-in. Aku sangat bersyukur bisa tinggal di Jog-in B. Tinggal di Jog-in D.. bagaimana rasnaya? Beberapa teman sekelasku yang tinggal di Jog-in D pasti diantar-jemput menggunakan mobil-mobil mewah. Lalu..
Sunbae.. tidak dijemput?”
Kami pun melangkah lagi memasuki kompleks perumahan. Di kanan-kiri kami pertokoan dan beberapa rumah berjejer rapi dan bersih.
“Tidak. Aku lebih suka naik sepeda ke sekolah. Tapi, saat aku mampir ke toko roti sepedaku hilang. Haha.. jadi, aku harus jalan kaki untuk sampai di rumah.”
A-apa?
“Hilang? L-lalu.. sunbae tenang-tenang saja?”
Gila! Untuk memiliki sebuah sepeda, aku harus lulus ujian nasional sekolah dasar dengan nilai sempurna. Dan jika akhirnya sepeda itu hilang, aku akan menangisinya tujuh hari tujuh malam. Walau sebenarnya, aku tidak berani membawa sepeda ke sekolah.
Lalu, namja imut di sampingku ini.. dengan santainya ia bilang bahwa sepedanya hilang sambil tertawa. Astaga!
“Yah, mau bagaimana lagi? Orang yang mengambilnya pasti punya alasan tertentu. Mungkin, ia orang yang tidak mampu dan membutuhkan uang untuk berobat, misalnya.”
Aku diam. Terpana. Apa benar ada orang seperti ini?
“Ah, baiklah. Blok B ke sana, kan?”
Sampai juga kami di perempatan yang memisahkan Blok A sampai Blok D. Sunbaeku ini menunjuk arah barat dengan telunjuknya.
“Iya.”
Ia tersenyum. Senyum yang dapat membuat wajahku memerah. Senyumnya... maniiiiiiiiiiisss sekali. Dia terlihat sangat imut karena senyum itu membuat matanya tinggal segaris saja.
“Sampai jumpa kalau begitu.” Ia pun mulai berjalan lurus ke depan.
Aku pun mengangguk sebelum teringat akan sesuatu. “Ah.. S-sunbae..!!”
Mendengar  panggilanku, ia menoleh. “Ada apa?”
Aku membungkukkan tubuhku sesaat. “Terima kasih.” Kusibakkan poniku yang sempat menutupi pandangan mataku saat aku kembali berdiri tegak.
“Yah, sama-sama. Oya.. namamu Sehun ‘kan, dari kelas 1A?”
D-dari mana ia tahu namaku. “I-iya,”
“Jangan panggil aku Sunbae.. kau tahu, itu sangat terdengar kaku.”
Lalu. Dia mau kupanggil seperti apa?
“Bagaimana kalau kau panggil aku sama seperti saat kau memanggil Luhan?”
L-Luhan? “S-sunbae kenal dengan Luhan-hyung?”
Ia mengangguk. “Dia teman sekelasku. Dan bukankankah sudah kubilang jangan panggil aku Sunbae?” Ia lantas membenahi letak ranselnya.
“O-oh, baiklah.. Maaf, em..”
Memanggilnya seperti memanggil Luhan-hyung. Jadi aku harus memanggilnya dengan sebutan ‘Hyung’ juga? Lantas.. siapa namanya? Aku bahkan tak bisa melihatnya karena name-tagnya tertutup oleh ranselnya yang baru saja ia benahi –letaknya- itu.
“Baekhyun.” Ujarnya seakan tahu apa yang kufikirkan.
“B-baiklah.. Baekhyun-hyung.”
#FlashBack #END
“Hyung! Sudah kubilang hati-hati kalau bicara. Kau ini tidak bisa sedikit memahami perasaan orang lain apa?” Karena kesal, Jongin-hyung pun menarik pelan sisi kanan pipi Luhan-hyung. “Kau pikir mudah melupakan orang  yang kau cintai.”
Setelah Jongin-hyung melepas cubitannya, Luhan-hyung malah menatap jahil ke arah kekasihnya itu. “Ne.. jadi bagaiaman denganmu?”
Kulihat sekilas wajah Jongin-hyung bersemu kemerahan. “A-apa maksudmu?”
Apa-apaan sih mereka ini? Bercanda  begitu di depanku. AKU IRI TAHU?!
“Sudahlah, Hyung. Lebih baik kalian pulang saja.”
Aku kembali mengarahkan pandanganku ke langi malam tanpa bintang itu. Huh! Dadaku masih terasa sesak.
Yaa!! Kau harus makan dulu.”
Aku menggeleng. “Aku sudah kenyang.” Dasar. Bukannya menghiburku, malah memaksaku terus. Menyebalkan.
Yah, menurutku.. kau hanya, terlalu terburu-buru..
Kata-kata Jongin-hyung kembali berputar di kepalaku. Ya, memang. Aku menang terlalu terburu-buru. Seharusnya.. seharusnya aku tidak mengatakan hal itu pada Baekhyun-hyung. Seharusnya tetap kusimpan perasaanku itu. Perasaan yang sudah membuatku jauh dari Baekhyun-hyung.
Yaa.. kenapa masih ada di sini?”
Maaf, hyung. Kali ini saja.. tolong biarkan aku sendiri.

O.o.O

Sudah lebih seminggu aku tak berbicara dengan Baekhyun-hyung. Tiap aku berusaha menyapanya, ia selalu menghindariku. Tiap aku memanggilnya, ia selalu mengacuhkanku. Saat kami berpapasan, ia selalu berpura-pura untuk tidak melihatku. Sakit. Sakit sekali. Apa ini artinya Baekhyun-hyung benar-benar membenciku. Apa ini artinya.. hubungan kami hancur?
Apalagi.. sekarang Baekhyun-hyung sering sekali berdua dengan Chanyeol-sunbae. Ukh! Menyebalkan!
Aku juga tak bisa setiap kali bersama Luhan-hyung. Kenapa? Memangnya aku tega menganggunya yang sedang kencan dengan Jongin-hyung.
“Hhh...”
Langkah kakiku terhenti. Aku mendongak, menatap lampu lalu lintas di atasku. Aku masih menunggunya untuk berubah menjadi warna merah, agar aku bisa menyeberang jalan dengan aman. Yah, dulu aku memang sangat takut untuk menyeberang jalan. Sekarang.. aku sudah bisa mengatasi trauma masa kecilku itu. Berkat Baekhyun-hyung.
Dan mataku pun membulat saat melihat seseorang berdiri di seberang jalan. Itu.. Baekhyun-hyung. Dengan tatapan kosongnya. Namja itu langsung saja menyeberangi jalan tanpa mempedulikan lampu lalu lintas yang masih hijau.
“Tunggu! Hyung!”
Sial! Dia tidak mendengarku. Apa ini? Apa suaraku kalah keras dengan suara klakson mobil itu.
TIIIIIIIIINNN.........!!!!!!!!!!
A-apa?
Aku melihat ke arah kanan. Sebuah mobil melaju kencang dari sana. Mungkin mobil itu tak ingin tertinggal lampu hijau itu. Gawat! Baekhyun-hyung masih melamun saja.
Hyung! Apa yang kau lakukan? Cepat lari!”
Argh! Kembalilah dari lamunanmu, Hyung. Kau bisa mati kalau tidak segera kembali.
Maka kuputuskan untuk berlari ke arahnya. Babo! Babo! Hyung.. kau bodoh!
Hyung..!!”
Kudorong tubuhnya hingga ia kembali ke pinggiran jalan. Walau ia jatuh.. namun aku bersyukur ia tidak tertabrak mobil yang terus membunyikan klaksonnya itu. Aku pun tersadar.. aku menoleh ke sisi kananku. Mobil itu...
“AKH!”
Kurasakan sakit yang luar biasa di tubuh bagian kananku. Serta merta, tubuhku pun jatuh ke atas aspal. Sakit.
“SEHUN’AH...!!!”
Walau pandanganku telah mengabur, dapat kulihat sosok Baekhyun-hyung berlari ke arahku. Padaku yang kini tergeletak di jalan dengan aliran darah yang keluar dari beberapa bagian tubuhku.
Baboya! Apa yang kau lakukan?!”
Kupaksakan wajahku untuk tersenyum. Walau rasa sakit terasa menusuk-nusuk kepalaku. Walau tubuhku tak bisa bergerak bebas.
“S-syukurlah.. hyung..”
Aku membuka bibirku. Ingin terus mengatakan kelegaanku atas keselamatannya.
Tidak bisa! Tubuhku sulit digerakkan. Suaraku hilang di tenggorokan. Pandanganku mulai mengabur seiring mulai hilangnya suara kerumunan di sekitarku. Dan semuanya pun menjadi gelap.


O.o.O

Ahjumma, anda istirahatlah. Biar saya yang menjaga Sehun’ah di sini.”
Suara lembut Baekhyun-hyung lah yang pertama kali kudengar saat perlahan aku membuka mataku. Dan suara pintu tertutup pun terdengar setelahnya. Kurasakan sebuah selang terpasang di dekat hidungku. Ini.. alat rumah sakit yang sering kulihat di televisi itu.
Aku berusaha membuka bibirku. Aku ingin memanggil namja itu. Namun, hanya hembusan nafas yang bisa keluar dari mulutku.
“Sehun’ah?”
Ia menatapku, lalu menghampiriku. Tangannya... kenapa ada perban di tangannya?
“Sehun’ah? Kau baik-baik saja? Apa yang kau rasakan? Ah! Biar aku panggilkan dokter dulu.”
Kuraih tangannya dengan jemariku. Walau gemetar, aku berusaha membuatnya tetap berada di sampingku.
H-hyung.. jangan pergi.” Ucapku lirih.
Ia menatapku lalu tersenyum. Senyum yang tak pernah kulihat dalam seminggu ini. “Sebentar saja. Aku panggilkan dokter untuk memeriksa keadaanmu.” Sungguh, aku sangat merindukaan senyuman itu.
Aku memejamkan mata dan menangis. “Kumohon, hyung.. jangan pergi.” Aku tak mau melepaskan genggamanku padanya. Malah semakin mengerat. Aku tak ingin ia pergi dariku.. untuk kedua kalinya.
“Jangan tinggalkan aku, hyung..”
“Sehun’ah?”
“Maafkan aku, hyung.. aku tahu tak seharusnya aku bilang begitu padamu. Aku tahu itu salahku. Kumohon, hyung.. tetaplah bersamaku. Jangan pe-”
Aku langsung membuka mataku saat sesuatu yang lembut menyentuh pipiku. Wajah Baekhyun-hyung sangat dekat denganku. Aku baru sadar bahwa ternyata Baekhyun-hyung... mengecup lembut pipiku.
Aku masih saja menatapnya saat ia menjauhkan wajahnya perlahan dariku. Wajahku.. pasti memerah.
Aniyo.” Ia pun duduk di atas ranjangku. Membelakangiku. Namun.. ia tetap menggenggam jemariku. “Mianhae.. Sehun’ah. Saat kau mengatakan hal itu.. aku terlalu kaget. Aku belum siap mencintai dan dicintai.”
A-apa? Apa maksudnya?
“Trauma.”
Aku terbelalak. Baekhyun-hyung.. trauma? Akan apa?
“Aku sangat takut.. kehilangan.”
Kehilangan? Trauma akan kehilangan? Memangnya ada trauma yang seperti itu?
“Kau tahu, kan? Aku kehilangan ibu dan adikku..”
Benar. Luhan-hyung pernah bercerita padaku kalau Baekhyun-hyung sudah tidak memiliki seorang ibu. Dan juga kembali menjadi anak tunggal setelah adiknya sakit dan meninggal.
“Heh.. sebenarnya.. Aku, sudah menyukaimu sejak pertama kali aku melihatmu. Tapi, aku selalu brusaha mencegah perasaanku untuk mencintaimu, sampai akhirnya kau bilang.. kalau kau mencintaiku.”
Aku diam. Aku yakin wajahku masih memerah sekarang.
“Trauma itu mengusikku lagi. Karena itu, aku selalu bertanya pada Chanyeol mengenai hal ini. Tapi, aku tetap tak bisa menghilangkan traumaku.”
Kehilangan memang sangat mengerikan. Aku merasakannya beberapa hari ini.
“Aku selalu melihatmu setiap hari, kadang aku malah mengikutimu. Bodohnya aku..”
Aku langsung mengalihkan pandangan saat ia menatap padaku. Malu. Aku tak sanggup menatap wajahnya.. dan senyumnya.
“Sehun’ah.. kau tahu, tadi Luhan dan Jongin ke sini.”
Aku tetap diam. Karena tak ada satupun kata yang ingin kuucapkan.
“Mereka memarahiku karena kejadian ini.” Sedikit kulihat ia tersenyum kecut. “Memang aku patut mendapatkan itu. Aku yang salah.. aku yang membuatmu harus menderita di sini.” Dapat kurasakan jemarinya menggenggam tanganku lebih erat.. dan hangat.
“Tak apa, hyung. Asal kau baik-baik saja.” Ucapku masih tak menatapnya.
Ia tersenyum kecut –lagi. “Mianhae..”
Hening. Untuk beberapa saat Baekhyun-hyung tak mengeluarkan suaranya. Apalagi aku?
“Sehun’ah.. kau tahu, tadi Jongin bilang padaku...” Aku pun mulai berani menatapnya. “Katanya.. ‘Saranghae dulyeowohaji malgo sarang. Waenyahamyeon, dangsin-ui ma-eum-eun geu du gajileulhaji anhgo bieoiss-eul geos-ibnida’.”
Lagi-lagi aku hanya diam dan mendengarkannya.
“Aku juga baru sadar.. hidupku lebih berarti.. setelah..”
Setelah..
“Setelah aku memutuskan untuk mengenalmu lebih jauh.”
BLUSH....
Wajahku memerah. Entah untuk ke berapa kalinya wajahku memerah seperti ini.
“Sehun’ah..” ia menatapku. Dan akhirnya aku balik menatapnya, menatap ke dalam matanya. Menunggunya kembali bersuara. “Saranghae..”

O.o.O

Menurutku...
Mengatasi rasa trauma itu memang sulit. Saat aku berusaha berani untuk menyeberang jalan lagi –dengan bantuan Baekhyun hyung- setengah mati aku menahan rasa takutku. Hingga akhirnya aku bisa benar-benar bebas dari trauma itu.
Lalu..
Baekhyun-hyung. Ia trauma akan kehilangan. Karena itu.. ia takut untuk mencintai. Karena saat mencintai... ada sebuah peluang bagi kita untuk kehilangan cinta itu. Yah, bukan bagaimana. Tapi, Baekhyun-hyung sendiri yang bilang padaku kalau ia bisa mengatasi trauma itu karena aku.
Yaa! Baru kutinggal sebentar kau sudah melamun.”
Aku tersentak. Baekhyun-hyung sudah berdiri di sampingku sambil membawa dua buah eskrim di tangannya.
“Nih, untukmu.”
Aku tersenyum kecil seraya menerima eskrim dari Baekhyun-hyung. “Hyung..” panggilku padanya yang kini sudah duduk di sampingku.
“Cepat habiskan eskrimmu. Nanti mencair.” Ia menunjuk eskrim di tanganku sambil mulai menjilati eskrim strawberrynya.
“Iya iya.”
Cih! Bahkan dia tidak mengizinkanku untuk berterima kasih. Dasar.
“Setelah ini kita akan kemana?”
Aku belum menjawab pertanyaan Baekhyun-hyung karena mulutku masih sibuk pada eskrim choco-strawberryku.  
“Hei,”
“Terserah.” Aku meliriknya sekilas. “Yang penting aku tetap bersamamu.”
“Aaah... strawberry memang yang terbaik.” Baekhyun-hyung melempar stik eskrimnya ke dalam tong sampah yang tak jauh di depan kami. Apa dia bisa lebih santai sedikit saat makan? Kukira baru saja ia membuka pembungkus eskrimnya.
“Dasar! Kau ingin terus dekat-dekat denganku, ya?”
“Huh!” Aku langsung menatapnya. “Iya! Supaya kau tidak bersama Chanyeol-sunbae lagi.” Ujarku seraya melempar stik eskrimku ke tempat yang sama dengan Baekhyun-hyung.
Baekhyun-hyung tertawa. “kau cemburu ya?”
Aku menjulurkan lidah padanya. “Tentu saja! Kau kan sudah memintaku menjadi kekasihmu.”
Enak saja!
“Iya.. iya.. Sehuna’ah aku tak akan meninggalkanmu lagi. Ma’afkan aku beberapa waktu lalu.”
Aku hanya diam dan memalingkan wajahku darinya. Bukannya marah. Aku malah sangat senang. Hanya saja.. aku ingin sedikit manja saja padanya.
“Hei, hei, lihat! Masih ada sisa eskrim di bibirmu.”
Ia meraih dahuku hingga kami bertatapan. Dan tiba-tiba saja, pandanganku terkunci. Aku tak dapat mengalihkan pandanganku darinya.. dari matanya. Dadaku terus berdetak dag-dig-dug saat senyum Baekhyun-hyung mulai menghiasi wajahnya.
Dengan lembut dan perlahan, diusapnya sisi bibirku dengan ibu jarinya. Terus saja tangannya bergerak hingga ke sisi belakang kepalaku. Aku tidak begitu mengerti apa yang dilakukannya, namun.. dari cara ia menatapku.. itu.. sangatlah.. terlihat.. sexy.
“Sehun’ah..”
Aku tetap diam, bahkan tak menyahut panggilannya. Aku hanya terus menatapnya dan merasakan bahwa tangannya turun ke leherku. Dan sedetik kemudian, aku merasa bahwa ia membawaku untuk lebih dekat padanya dengan terus menekan leherku.
“Sehun’ah..
Perlahan.. benar-benar perlahan.. aku menutup kedua kelopak mataku. Dapat kurasakan hembusan nafas Baekhyun-hyung di kulit wajahku. Semakin dekat dan dekat.. hingga akhirnya kurasakan sesuatu yang lembut menyapu bibirku.
Untuk pertama kalinya.. aku merasakan sesuatu yang lebih manis dari cokelat. Jujur saja, aku menikmatinya. Ciumanku yang pertama dalam beberapa saat itu.
Perlahan.. kujauhkan wajahku darinya dan membuka mataku. Menatap Baekhyun-hyung yang tersenyum padaku.
“Manis.”
BLUSH..
Aku memalingkan wajahku darinya. Lagi-lagi wajahku memerah. Aku tak mengerti kenapa ini selalu terjadi saat Baekhyun-hyung tersenyum seperti itu padaku. Senyum penuh kejahilannya.. bukan.. itu senyum genit.
“Hei, lihat aku.”
Baekhyun-hyung kembali meraih daguku.
“Apa kau.. benar-benar mencintaiku?”
Mataku membulat. Apa yang barusan ditanya olehnya. “T-tentu saja! Apa yang kau pikirkan hingga bertanya hal semacam itu?”
Baekhyun-hyung tersenyum lagi. Bukan.. bukan senyum jahil –atau genit-nya. Melainkan sebuah senyum sendu. “Sehun’ah.. kau tak akan meninggalkanku, kan?”
Aku diam. Menatap ke dalam mataya. Aku mengerti.. traumanya itu masih sedikit menghantuinya.
Hyung.. jangan takut. Aku tak akan meninggalkanmu. Karena aku.. sangat mencintaimu.”
Akhirnya. Senyum manis Baekhyun-hyung kembali lagi. “Terima kasih.”
Aku menghela nafas lega. Akhirnya.. senyum sendu itu menghilang. Kau tahu.. melihatnya saja sudah membuatku ingin menangis. Sangat menyakitkan jika kau mengingat bahwa Baekhyun-hyung adalah orang yang sangat ceria.
Yah.. trauma memang sesuatu yang sangat luar biasa. Trauma.. apa setiap orang punya rasa traumatik? Jika dulu aku sangat takut pada ‘proses penyeberangan jalan’ dan Baekhyun-hyung takut akan ‘kehilangan’ bagaimana denganmu?
Syukurlah jika kalian tidak memiliki hal itu. Karena itu sangat mengerikan. Ah.. tapi, jika trauma itu sudah hilang.. itu akan menjadi suatu kelegeaan yang.... sangat WAH. Bagaimana ya? Aku tak bisa menjelaskannya.
Hm...
“Hei, Sehun’ah..”
Aku menoleh pada Baekhyun-hyung yang kembali tersenyum jahil –genit- padaku. “Kenapa?”
“Aku ingin lagi.”
Aku mengerutkan dahi, tak mengerti apa yang dimaksudnya. “Apanya?”
Baekhyun-hyung tersenyum semakin lebar.. tiba-tiba ia menunjuk bibirnya dengan telunjuknya.
Ah? A-aku.. mengerti maksudnya.
“T-tapi..”
Katakan padaku! Apa yang sebaiknya kulakukan?

-END-
O.o.O

-->
Yah, baiklah. Itu Fict. EXO Gakura/HuNa yang pertama. Ohlala, terserah mau panggil Huna apa Gaku. Keduanya nama saya, atao sekalian panggil Elga aja deh.
Sebelumnya, isi blog ini Cuma animangaaaa semua. Dan benda-benda gaje dari otakku. Tapi, sekarang.. Aku membuka hati untuk para-para mereka (?)
YAPZ! Bagaimana? Ceritanya? Gajekah? Membingungkankah? Banyak typokah? Yah, typo pasti masih ada lah ya.. Yah, pokoknya.. karna ini yang pertama aku juga masih rada nggak pede. Sebenarnya ini udah selesai sejak 2012/10/20. Tapi yaah.. baru berani posting sekarang. Ini juga karena dipaksa-paksa #yangngerasayangngerasa?
OKE! POKOKNYA, Don’t be a silent reader deh ya..
Aku butuh banget masukan-masukan dari pembaca sekalian. Sankyu :*

Note :
-->
* “Saranghae dulyeowohaji malgo sarang. Waenyahamyeon, dangsin-ui ma-eum-eun geu du gajileulhaji anhgo bieoiss-eul geos-ibnida” : Jangan takut untuk mencinta dan dicinta. Karena hatimu akan hampa tanpa kedua hal itu.
*”Oesang” : trauma
 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar